Diceritakan dari sumber Krt. Murti Pandawa, salah satu keturunan Keraton Raja Yogyakarta di bagian Pracimosono, menyebutkan sejarah Desa Kaligarang dapat dilacak dari keturunan Prabu Brawijaya V, yang menurun ke Raden Bondan Kejawen, lalu Kyai Buyut Pajang, Kyai Buyut Pathi, Kyai Penjawi, lalu menurunkan ke putranya Wasis Joyokusumo atau Adipati Pragolo Pati 1. Selanjutnya keturunan berikutnya beralih ke Joyo Kusumo (Adipati Pragolo Pati II). Dari urutan sejarah, nama Kyai Penjawi atau lebih sering dikenal sebagai KI Ageng Penjawi sering disebut di Babad Tanah Jawi, sebagai salah satu tokoh yang mendapatkan hadiah tanah dari Ratu Kalinyamat setelah mengalahkan Aryo Penangsang, di samping KI Ageng Pemanahan dan KI Juru Mertani yang mendapatkan Alas Mentaok kemudian dikenal sebagai cikal bakal Mataram Islam,. di sekitar tahun 1550-an Masehi.
KI Joyokusumo atau Adipati Pragolo Pati II, yang saat itu memimpin sebuah wilayah bekas Kerajaan Demak yang kedudukannya sejajar dengan Mataram Islam dibawah pimpinan Sultan Agung, yang kebetulan masih saudara iparnya, terlibat konfrontasi terkait ekspansi wilayah karena menguasai wilayah pantai utara sampai Pegunungan Kendeng di sekitar tahun 1600-an M.
Saat mencegat pasukan yang mencoba memasuki dari arah selatan, sampailah rombongan KI Joyokusumo di sebuah sungai dan beristirahat di Makam Mbah Buyut Krapyak, Sebuah makam tua yang sangat dihormati oleh beberapa warga di sekitar Jepara. Makam ini juga disebut di catatan Belanda (Driemaandelijksch Rapport, over Januari, Februari en Maart 1910), Sebuah Candi yang terletak di sebelah timur desa yang berdekatan dengan sebuah sungai.
Sungai tersebut kebetulan sedang banjir, saat rombongan Adipati Pragolo II dan pasukannya lewat hingga dibuatlah semacam jembatan bertali dengan material bambu yang dijemur (digarang) yang di rangkai jarang-jarang (arang-arang). Jembatan itu diteruskan hingga rombongan kembali dari Jepara.
Dari sumber yang sama di atas, yang memuat sejarah desa-desa seputaran eks karisidenan Pati, nama Desa Kaligarang disebut ketika ada seorang pemilik lahan di sebuah hutan yang berdekatan dengan Candi Krapyak, disebelah Timur desa (sekarang berada di dukuh Krajan), bernama Mbah Buyut Sediah (disebut dari beberapa keluarga adalah Mbah Sadiyo) menangkap sebuah garangan dan diikat di sebuah pohon. Besok paginya garangan tadi terlepas dan hanya tertinggal talinya saja. Beliau kemudian memberikan sabda, jika nanti menjadi ramai pemukimannya dinamakan Kaligarang. Mbah Sediah kemudian dianggap sebagai pemimpin dan kemudian menurun kepada putranya Mbah Joyo Wongso yang makamnya saat ini berada di sebelah barat makam Mbah Sediah. Mbah Joyo Wongso juga sempat menjadi pemimpin Desa Kaligarang saat itu.
Jika diruntut dan dianalogikan dari berbagai kronologis serta bahasa metafora, diduga penamaan Desa Kaligarang dimulai dari kata-kata jembatan bambu yang digarang dan ditata arang-arang oleh Bupati Pati Ki Joyokusumo sekutar tahun 1600 M., yang kemudian ditemukan kurang lebih 200 tahun kemudian oleh Mbah Sediah di dekat tanah yang dimilikinya hanya tersisa reruntuhan jembatan dan menyisakan tali temali. Penyebutan Kaligarang itulah yang kemudian menjadi nama Desa hingga saat ini.
Kepemimpinan Desa Kaligarang dari berbagai sumber dan tokoh masyarakat adalah sebagai berikut :
• DUNAK sekitar tahun 1800-1825
• SEDIYAH (SADIYO) sekitar tahun 1825-1850
• JOYO WONGSO sekitar tahun 1825-1850
• KALIYAN sekitar tahun 1885-1900
• PASTO LAUT sekitar tahun 1900-1942
• KARSIMAN sekitar tahun 1942-1969
• RADJAM tahun 1969-1982
• SUMARSONO tahun 1982-2002
• ALWI tahun 2002-2007
• SRI WAHYUNI tahun 2007-2013
• SUKONO tahun 2013-2019
• ROKHMAD KUSMANTO tahun 2019-2025
Sumber data :
1. Wawancara Carik Desa, Sunarto dengan Krt. Mufti Pandowo di Kraton Pracimosono Yogyakarta sekitar bulan Juli 2015
2. Rapport en Oudheidkundigen Commissie, 1910
3. Laporan KKN UNDIP Tahun 2016
4. Wawancara Petinggi dengan beberapa tokoh masyarakat